Popular Posts
Merantau Belajar dan Tante Delia Bag 6
Malam itu aku nonton
TV sendirian. Tante ada di kamarnya, tertutup. Aku kesepian. Aku mengharapkan
Tante akan ke luar dari kamar menemaniku di sini. Kemudian aku mendekatinya,
lalu ciuman, raba-raba, dan …diakhiri dengan hubungan suami-isteri.
Heran aku, baru tadi
sore aku dipuaskan oleh Tante di kamarku, malam ini aku ingin lagi! Aku ingin
kenikmatan itu lagi. Aku tetap menunggu.
Jam 9 malam. Tante
belum juga muncul.
Pukul 9.30, tidak
juga.
Kemarilah Tante, aku
merindukanmu.
Malam ini adalah
malam pertama Oom tak ada di rumah. Ayolah Tante, ini kesempatan yang tak boleh
dilewatkan.
Atau kuketuk saja
pintunya, lalu aku masuk ?
Ah jangan. Itu
kurang ajar, namanya.
Tubuh indah itu
sendirian di kamar.
Buah dada putih itu
tak ada yang mengelusnya.
Kelamin berambut
halus itu tak ada yang memasukinya malam ini.
Kenapa engkau tidak
ke luar ?
Barangkali Tante
memang tidak membutuhkannya. Paling tidak malam ini.
Ya, kalau ia butuh
tentunya akan mendekatiku.
Jam 10, belum ada
tanda-tanda.
Aku putuskan, malam
ini memang Tante tak mau diganggu. Biar sajalah. Toh besok siang, sore, atau
malam masih ada kesempatan. Oom Ton menginap di Bandung dua malam. Yah, besok
sajalah.
Tapi aku ingin malam
ini!
Aku ingin malam ini
kelaminku masuk dan kemudian mengeluarkan cairan dengan nikmat!
Kemudian aku
mengeluarkan penisku yang sudah tegang itu. Kata Tante punyaku ini besar. Entah
benar-benar besar, aku tak tahu. Sebab aku belum pernah lihat punya orang lain.
Karena tidak ada Oom
Ton, aku jadi makin berani menggoda Tanteku. Seperti waktu sarapan tadi. Aku
mengelus-elus bahu dan lengan atasnya yang terbuka di meja makan. Bahkan
mencium pipinya.
“Hati-hati, To”
“Ya, Tante, Kan saya
lihat-lihat keadaan dulu”
“Mar ada di
belakang” katanya.
“Tante”
“Ehm ?”
“Anto sayang Tante”
“Aku udah ada yang
punya, To” katanya sambil mencubit pahaku. Aku senang.
“Ya. Pokoknya saya
sayang” Jangan-jangan aku jatuh cinta benar-benar sama Tanteku ini.
“Semalam Tante ke
mana. Saya tunggu-tunggu”
“Ya. Tante tahu,
kamu nonton TV. Kamu masuk kamar jam 10 ‘kan ? Masa’ mau terus-terusan”. Aku
lega, Tante tak tahu perbuatanku semalam yang menyelinap ke kamar Mbak Mar.
“Iya dong. Mumpung
ada kesempatan. Sekarang juga saya mau” kataku nakal.
“Gila, kamu To. Awas
jangan sampai mengganggu sekolahmu!”
“Habis Tante
betul-betul menggemaskan” Aku ngaceng lagi!
“Udah ah, berangkat
sana, nanti telat”
“Tapi nanti lagi ya
Tante, janji dulu”
“Lihat dulu nanti”
Bagaimana tidak
mengganggu sekolah, seharian aku ingat Tante terus. Membayangkan apa yang akan
kuperbuat nanti bersama Tante.
Di kelas aku jadi
sering melamun, membayangkan waktu aku menyelusuri seluruh permukaan dada Tante
dengan mulut dan lidahku. Membayangkan bagaimana kelaminku secara perlahan
memasukinya… Bel tanda pulang berbunyi. Aku bersorak. Ingat ke rumah, ingat
malam ini Tante menjadi milikku. Akan kureguk semua kenikmatan dari tubuh
Tante. Pokoknya nanti akan kunikmati seluruhnya, mulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki, sampai puas. Memang aku bisa puas, tapi bagaimana dengan Tante ?
Dua kali aku berhubungan kelamin dengan Tante, dua-duanya aku bisa mengeluarkan
spermaku ke dalam lubang kelamin Tante, sampai puncak, sampai puas. Tapi Tante
tidak. Aku jadi cemas, jangan-jangan nanti aku juga begitu.
Tapi aku ingat, yang
kedua kemarin tante bilang aku ada kemajuan. Hal ini sedikit menghiburku.
Mudah-mudahan yang ketiga nanti dengan bertambahnya pengalamanku, ada kemajuan
lagi. Aku agak tenang sekarang. Di rumah sepi-sepi saja. Tak ada siapapun, juga
Tante. Aku makan siang sendirian. Tante mungkin ada di kamar, pintu kamarnya
tertutup. Kuselesaikan makan siangku dengan cepat, lalu duduk saja di meja
makan, berharap Tante akan keluar dari kamarnya. Setengah jam berlalu, masih
sendiri. Aku ke ruang keluarga nonton TV. Duduk di sofa lalu ingat, kemarin di
sini aku menikmati buah dada Tante dengan tuntas. Diam-diam punyaku mulai
tegak, padahal hanya membayangkan yang kemarin. Ditambah lagi acara TV menyajikan
fashion show di Sydney, Australia. Peragawati cantik-cantik yang berlenggok di
catwalk itu umumnya tak memakai kutang. Kalau model bajunya berdada rendah,
belahan dadanya jelas. Kalau bahannya tipis, putingnya menonjol. Apalagi
peragawati yang punya dada besar, buahnya berguncang waktu ia melenggang. Aku
tambah tegang, makin pusing karena terangsang. Oh. Tante sayang, kemanakah
engkau. Aku membutuhkanmu sekarang! Tiba-tiba pintu kamar Tante terbuka. Aku
menoleh. Kepala Tante nongol memberi isyarat padaku dengan mengangguk-angguk.
Nasibku memang beruntung. Jelas ini isyarat ajakan masuk. Tapi masak di kamar
itu, kamar pribadi Oom dan Tante. Aku ragu, bengong saja belum bereaksi atas
isyaratnya. Sekali lagi Tante mengangguk, kali ini sambil mengedipkan kedua
matanya.
Dengan pasti aku
melangkah menuju kamarnya. Kepala Tante lenyap. Aku masuk langsung menutup
pintu kamarnya dan mengunci. Di ranjang besar itu Tante terlentang. Mengenakan
baju tidur tipis, sehingga samar-samar celana dalam dan kutangnya terlihat.
Matanya sayu memandangku, berkaca-kaca. Kutang itu bergerak naik-turun
menandakan nafas Tante sudah memburu. Aku tak tahan melihat pemandangan yang
menggairahkan ini, segera saja aku menghampirinya. Tapi… “Tunggu dulu. Buka
dulu dong, pakaianmu” perintahnya. Okey, tanpa dimintapun aku akan membuka.
Sementara aku membuka pakaian sampai telanjang bulat, Tante memelorotkan celana
dalamnya dengan posisi masih terlentang. Kini di balik baju tidur tipis itu
nampak rambut-rambut halus yang menggemaskan itu. Belum sempat aku bergerak,
ada lagi ‘ulah’ Tante. Ditariknya gaun tidur tipis itu perlahan, memperlihatkan
paha bulat itu. Ditarik lagi keatas sampai pusarnya nongol. Kelamin berambut
halus dan perutnya terbuka terhidang di depanku. Luar biasa. Tante menyajikan
’strip tease show’ di depanku! Ada-ada saja Tante ini. Dengan ’senjata’ yang
tegak keras aku menghampiri tubuh indah ini. Kucium rambut-rambut halus itu
sebentar. Gemasnya aku. “Aaaaaaaahhhh” teriak Tante. Aku berpindah ke atas,
kulumat bibirnya sambil meremas sebelah dadanya. Kutang itu perlu disingkirkan
dulu seharusnya, tapi aku tak sempat. Tanganku sebelah lagi bergerak ke bawah.
Eh, Tante sudah basah! Benjolan dan pintu itu licin. “Hhhhhhhhmmmmmmmm..” Tante
tak mampu melenguh karena bibirnya aku kunci dengan bibirku. Disingkirkannya
tanganku yang sedang asyik di bawah, dipegangnya kelaminku, lalu diarahkannya
ke ‘pintu’. Rupanya Tante ingin memulai sekarang. Mungkin sama dengan aku,
sudah sama-sama terangsang lebih dulu sebelum bergumul. Aku terrangsang oleh
bayanganku dan peragawati tadi, Tante terangsang entah oleh apa. Aku mulai
‘masuk’ “Aduhh! Pelan-pelan, To!” Tante mengaduh, memang masukku tadi agak
kasar. “Maaf Tante, habis engga tahan sih..”kataku tersengal. Kamipun saling
menggenjot. Lucu kelihatannya kali ini. Tante masih mengenakan gaun tidur dan
kutangnya, kelamin kami sudah saling pagut… Hasilnya, seperti kemarin. Aku
‘keluar’ lebih dulu, sementara Tante belum terpuaskan benar. Kentara dari
pinggulnya yang masih mencoba menggoyang sambil kakinya menjepit pinggangku.
Kembali aku kecewa. Kalau kelaminku sudah bergesekan dengan kelamin Tante,
disamping rasa nikmat, juga rasa geli luar biasa. Jika sudah geli begitu, aku
tak sanggup lagi menahan untuk jangan sampai ke puncak dulu.
Kembali aku gagal
memuaskan Tante. Kembali aku berusaha menetralkan suasana yang tak enak ini.
Kuelus buah dada yang putingnya masih tegang itu dengan penuh perasaan, lalu
kucium perlahan. Tante mengusap kepalaku. Kucium pipinya dengan mesra.
“Tante..” “Hmmm” “Saya..engga..” “Udahlah..Tante tahu. Kamu engga usah merasa
apa-apa. Tante maklum kok. Kamu tadi lumayan, sudah ada kemajuan” “Tapi Tante
kan belum …” “Engga usah kamu pikirin. Tante mengerti” katanya menentramkan
sambil mengelus-elus dadaku. “Saya engga bisa bertahan lama, Tante” “Sudah
lumayan, kok. Tante tadi juga merasa nikmat. Kamu udah mulai pintar mengocok
tadi” “Saya bisa merasakan Tante tadi belum puas” “Iya, memang wanita
membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding laki-laki. Tapi kamu tadi ada kemajuan
dibanding kemarin” “Tak adil rasanya. Saya merasakan kenikmatan luar biasa,
sedangkan Tante belum” “Sudahlah, To. Tak perlu kamu pikirkan. Tante mengerti”
“Terima kasih Tante” Kupeluk tubuhnya erat. Erat sekali. Diciumnya pipiku, lalu
merebahkan kepalanya di dadaku. Aku mengelus rambutnya. “Tubuhmu atletis
sekali. Dadamu bidang” katanya sambil tangannya menelusuri dadaku. “Iya, Tante.
Dulu saya kerja di kebun. Saya juga sering olahraga” Tiba-tiba tangan Tante ke
bawah menggenggam punyaku. “Kelaminmu besar sekali” “Ah, masa Tante. Saya kira
biasa-biasa saja” “Apalagi kalau lagi tegang”. Kulirik punyaku, sudah agak
surut. “Tubuh Tante luar biasa” balasku. “Kalau lagi tegang keras dan panas”
komentarnya lagi masih tentang penisku, mengabaikan pujianku. “Buah dada Tante
indah sekali” “Ah, masa. Dibanding punya siapa” pancingnya. “Siapa saja” Aku
pura-pura terpancing. “Berarti kamu sering lihat buah dada, ya” Kubalikkan
badannya. “Besar, bulat, kenyal, putih, licin, halus lagi” kataku sambil
melihat dekat-dekat buah itu. “Buah dada siapa yang kamu lihat” tanyanya sambil
menggoyang-goyang kelaminku yang masih berada digenggamannya. “Cuma baru ini”
jawabku sambil mulai merabai permukaan dadanya. “Jujur aja, To. Dada siapa yang
pernah kamu lihat” katanya lagi. Tante penasaran rupanya. “Sungguh mati Tante.
Cuma punya Tante yang pernah saya lihat” “Yang bener, To” tangannya tidak
menggenggam lagi, tapi mengelus kelaminku. “Benar Tante” “Kok tahu bagus ?”
“Saya hanya lihat punya teman-teman sekolah. Itupun dari luar” “Pernah kamu
pegang ?” Tangannya masih mengelus, aku mulai terangsang. “Ih, engga lah,
Tante. Bisa gempar, dong” “Jadi, tahunya punya Tante bagus, dari mana ?”
“Pokoknya, dari luar, punya Tante paling besar” Ujung jariku mempermainkan
putingnya. Putting itu mulai mengeras. “Tante” “Hmm ?” “Apa setiap buah dada
ujungnya begini ?’ “Begini gimana” “Panjang, mungil, tapi keras” “Mungkin.
Punyamu mulai keras” Aku seperti disadarkan. Memang aku sudah terangsang akibat
percakapan tentang dada dan elusan Tante pada kelaminku. Aku mau lagi. Kenapa
tidak ? Mumpung masih ada kesempatan. Oom Ton paling cepat besok siang
pulangnya.
Segera saja kukulum
putting yang sejak tadi kupermainkan. “Eeeeehhhhhmmmmmmm..” Tante melenguh
panjang. Tanganku ke bawah mencari-cari di antara ‘rambut-rambut’. Basah di
sana. Kugosok yang basah itu. “Uuhmmmm….Aaahhhhhhh..Uuhhmmmmm” desahnya agak
keras, mengikuti irama gosokanku. Kelaminku diremas-remas. Enak. “To…
Hhheeeehhhggh..sedap, To..Hhheeeeeghh” Tante makin ribut, aku khawatir kalau sampai
terdengar dari luar kamar. Ah, tak ada orang ini. Aku makin giat menggosoki
tonjolan kecil di bawah sana. Tante makin ribut, menceracau tak karuan Gosok
lagi. Teriak dia lagi. Akhirnya… “Udah, To.ampun..Ayo To, sekarang To,
sekarang…!” Aku bangkit. Kelaminku yang sudah keras kupegang pangkalnya,
kuarahkan. Tante membuka kakinya lebar-lebar. Demikian lebarnya sampai kedua
lututnya ke atas, menyuguhkan kelaminnya yang membasah, tepat di depan
kelaminku. Aku masuk. Kudorong perlahan. “Oooohhh, To..sedapnya….” Sudah
tenggelam separoh. Kudorong lagi. “Aduuuuhhhh, mamaaaa, nikmatnya…” teriaknya
lagi. Kudorong lagi. Sudah masuk seluruhnya. Kurebahkan tubuhku menindih
tubuhnya. Tanganku ke belakang punggungnya. Kudekap erat tubuhnya, lalu aku
mulai menggenjot. Sedaaaaaaaapp. Bertumpu pada kedua lututku, aku menarik dan
mendorong pinggulku. Nikmaaaaaaaaaattt. Entah kata apa saja yang keluar dari
mulut Tante aku tak peduli. Terus saja menggenjot, naik-turun, keluar-masuk.
Aku nikmati benar gesekan kelaminku pada dinding vagina Tante. Kadang selagi
punyaku didalam, Tante “mengikat” pahaku dengan kakinya sambil memutar
pantatnya. Kurasakan sentuhan seluruh relung kelaminnya pada kelaminku. Luar
biasa sedapnya. “To…hhehh.kamu…hhehh..kok..hhehh..”Tante mencoba bicara disela-sela
nafasnya yang memburu. “Keenaapaa . hheehh.. Taanntee…hhehh” “Kamu….kok…lama…”
Baru aku menyadari, sudah puluhan kali kelaminku kugenjot keluar- masuk-putar,
tapi aku tak merasakan geli seperti biasanya. Yang kurasakan hanya nikmat. Rasa
geli yang tak bisa kutahan yang kemudian membuat aku ke ‘puncak’, kali ini tak
kurasakan! Heran! “Engga …tahu.. Tante..” “To, Oh my God..heeeehhhhhh”
“Enak…Tante…?” “Wooow….luar biasa…” Genjot dan genjot lagi
“Kamu..masih…lama..To..?” “Masih…Tante.” Memang aku belum merasakan “geli
menuju puncak” “Diam. dulu,.. To” Aku menghentikan genjotanku. Posisiku masih
“di dalam”. Tangan Tante memeluk erat punggungku, sementara kakinya mengikat
pahaku. Lalu tubuhnya bergerak miring hendak merobohkan tubuhku. Aku bertahan,
tak tahu maksudnya. “Gantian, To…Tante di atas.” Baru aku tahu maksud gerakan
Tante ini. Kuikuti gerakannya, tapi.. “Jangan.sampai…lepasss” Rupanya gerakan
robohku terlalu cepat, sehingga kelaminku sedikit tercabut. Untung Tante cepat
mengimbangi gerakanku, hingga punyaku “masuk lagi”. Sekarang kami sudah
sempurna berbalik posisi. Tante yang menindihku. Hanya sebentar. Tante lalu
perlahan bangkit mendudukiku. Kelamin kami tak terlepas. Tante mulai bergerak.
Aneh, gerakannya maju-mundur! Rasanya lain pula, tapi sama sedapnya! Dengan
posisi begini gesekannya terasa lain.
Kadang diputar,
seperti diperas. Kadang Tante “jongkok”, pantatnya naik-turun, sedap juga.
“Aaaahhhh..kamu..nakal” teriaknya ketika dia berjongkok membenamkan kelaminku,
aku mengangkat pantatku. Kedua tanganku diraih, dituntun ke dadanya. Kuremas
dada yang tambah licin kena keringat. Entah sudah berapa lama akhirnya Tante
capek juga. Dia rebahkan tubuhnya. Kupeluk. Kumiringkan, aku ingin di atas
lagi. Tante menurut. Dengan hati-hati kami mengubah posisi, agar jangan
terlepas. Aku berhasil. “Kamu…udah..pintar..”pujinya. Dengan posisi di atas aku
jadi bebas menggenjot. Lagi-lagi Tante teriak. “Terus..To.., Tante…hampir…”
Terus. Tusukanku makin menggila. Teriakannya makin keras. Rasa geli datang, dimulai
dari ujung penis, terus menjalar ke seluruh tubuh. Makin geli. Makin cepat aku
menarik-tusuk. Kesemutan…mengambang..melayang..dan…….
“Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh….” Seeeerrr, denyut-denyut, seeerrr, bergetar,
serrrrr, berguncang..seer. Entah sudah berapa kali seerr, yang jelas setiap
kali keluar aku merasakan kenikmatan yang tak bisa kugambarkan dengan
kata-kata. Begitu nikmat. Aku sampai lupa memperhatikan tingkah Tante. Badannya
telah bergeser ke atas karena ku”dorong” dengan tusukanku. Bantalnya bukan lagi
di kepala, tapi di punggung. Sedangkan kepala terkulai, mata melihat ke atas,
bibir terkatub rapat seluruh tubuh gemetaran. Teriakannya ? Tak perlu
kuceritakan. Agak lama juga aku dan Tante bergetaran begini, merasakan
puncaknya kenikmatan hubungan kelamin……. Lalu, hanya nafas kami berdua yang
terdengar, seolah berebut mengisap oksigen untuk mengembalikan enerji yang
keluar. Lalu barangsur pelan, makin beraturan. Tante masih “terkapar” Aku
lunglai di atas tubuhnya.
Ini keempat kalinya
aku bersetubuh dengan Tante. Yang terakhir inilah kurasakan sangat berbeda
dibanding tiga kali yang terdahulu. Lebih nikmat, lebih memuncak, lebih lama,
lebih banyak aku mengeluarkan “air”ku, lebih bergetar, pokoknya …..susah
diceritakan. Pengalaman baru tentang rasa nikmat. Dan lagi, mudah-mudahan
pengamatanku tak salah, Tante begitu menggelepar, mengerang, teriak, berbeda
dengan sebelumnya, Tante kali ini kelihatan “selesai”. Semoga begitu.
“Ooh..To., kamu hebat” Diciumnya pipiku dengan gemasnya. “Apanya yang hebat, Tante”
“Kamu betul-betul lelaki” tambahnya “Memang dari dulu saya laki-laki. Ini
buktinya” Kusodorkan kelaminku, menusuk perutnya. “Laki-laki yang jantan”
diremasnya penisku dengan gemas. “Auu” teriakku “To…luar biasa..” Tak
putus-putusnya ia memujiku. “Enak engga tadi, Tante ?” “Wow. bukan main.
Sangat!” Kupeluk tubuhnya. Aku merasa bahagia sekali. “Tante sayang..” Aku
berbisik semesra mungkin. Agak kaget Tante memandangku, lalu tersenyum. Manis
sekali! “Ada apa ‘yang ?” Wuih, mesra banget. Tante memanggilku ‘yang’. “Saya
sayang Tante” Kucium bibirnya. “Hhmmmmmmm” lenguhnya. “Kalau lama, enak sekali
ya Tante” “Kok kamu tadi bisa lama” “Engga tahu, Tante. Mungkin karena tadi
ronde kedua” “Atau mungkin karena kamu udah mulai pandai” “Yang pandai gurunya”
“Huuuu” cibirnya sambil mencubit tongkolku. Aku senang. “Guruku yang cantik”
Dicubitnya hidungku. “Dan berpengalaman” godaku lagi. “Aaah, udahlah, To” Kami
diam lagi. “To.” panggilnya tiba-tiba. “Ya.sayang” “Jangan tinggalin Tante, Ya”
“Oo, engga dong. Masa Tante yang jelita begini mau ditinggalin” “Tante serius,
To” “Saya juga serius, Tante. Saya membutuhkan Tante. Saya ingin begini setiap
hari, Tante” “Saya butuh kamu” Nah ini baru pernyataan. Ini pernyataan baru.
Tante membutuhkanku ? Bukankan ia punya suami ? “Oom Ton gimana Tante”
Tiba-tiba wajah Tante berubah, agak sedih kulihat. “Tante….ah engga. Pokoknya
kita harus hati-hati, To. Ingat pesanku ‘kan ? Tante juga senang kita bisa
begini terus. Tapi hati-hati, ya ?” “Pasti, Tante. Saya akan hati-hati. Tapi Tante
mau kan, tiap hari” “Nanti kamu bosan” “Saya sudah bilang, Anto sayang Tante. Anto
butuh Tante. Anto ingin menikmati setiap hari. Tadi Tante bilang membutuhkan Anto.
Maksudnya gimana Tante ?” “Iya.sama seperti kamu, Tante juga ingin setiap hari”
Klop ‘kan ? Keinginan yang sama, saling membutuhkan, saling memuaskan,
dan….saling menyayangi. Apakah ini yang dinamakan cinta ? Ya, apakah kami
saling mencintai ? Aku memang tak ingin kehilangan Tante, tapi Tante sendiri
bagaimana ? Apakah ia membutuhkanku karena mencintai keponakannya ini ? Atau
karena aku baru saja memuaskannya ? Bagaimana dengan suaminya ? Jangan-jangan
ia tak mendapatkan kepuasan dari Oom Ton ? Aku ingin mendapatkan jawaban dari
pertanyaan terakhir ini, tapi mana berani aku menanyakan langsung kepada Tante.
Ah, itu tak penting. Yang penting, aku sekarang punya kekasih yang luar biasa,
yang bisa membuatku melayang-layang di puncak kenikmatan. Lelah benar aku malam
ini. Bayangkan, malam ini dua kali aku “bertempur”.
Terutama yang
terakhir tadi, permainan lama yang betul-betul menguras tenagaku. Aku sekarang
ingin istirahat. Masih agak sempoyongan aku bangkit mengumpulkan pakaianku.
“Mau ke mana To ?” “Saya ingin tidur, Tante” “Sudah tidur sini aja, temanin
Tante” “Saya senang sekali Tante, tapi besok Oom ‘kan pulang ?” “Paling cepat
besok siang” Aku memperhatikan Tante yang dengan malas bangkit. Tubuh wanita
ini memang luar biasa. Aku benar-benar beruntung mendapatkannya. Masih
telanjang bulat Tante berjalan menuju kamar mandi. Tak lepas mataku menatapnya.
“Kenapa, To” Tante merasa aku tatap begitu. “Tante memang indah” kataku sambil
bergantian menatap dada dan ‘rambut’ bawahnya. “Kamu memang nakal. Sudahlah,
bersih-bersih dulu baru kita tidur” Di dalam kamar tidur Tante yang luas ini
ada kamar mandi yang luas pula. Ada dua wastafel cermin lebar, bath-tube, dan
tempat untuk mengguyur (douce) yang berpintu kaca agak buram. Di bath-tube kami
saling membersihkan, Tante menyabun tubuhku sementara aku mengguyur tubuhnya,
lalu gantian. Ah, mesra sekali. Lalu berdua kami tidur berpelukan dibawah
selimut yang hangat, tanpa pakaian. Tante yang punya ide begini. Enak juga. Jam
dinding menunjuk waktu 11.32. Dua ronde permainan makan waktu hampir 3 jam.
Pantas saja aku lelah. Dengan tergagap aku terbangun. Dimana aku in ? Tante
masih ada di pelukanku. Kulihat sekeliling, ah aku tidur di kamar pribadi Oom
Ton dan Tante Delia! Ada rasa enak di bawah sana. Ooh, Tante sedang asyik
mengelus-elus penisku yang tegang. Setiap bangun pagi, tanpa dieluspun penisku
memang tegang. Elusan ini yang membuat aku terbangun.
Tags: cerita dewasa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Share your views...
0 Respones to "Merantau Belajar dan Tante Delia Bag 6"
Post a Comment